amanat serat wedhatama pada 87
37 Tembang ing ndhuwur iku cuplikan saka serat . a. Wulangreh c. Wedhatama b. Kalatidha d. Bharatayuda 38. Tembang ing ndhuwur anggitane .. a. Sri Sultan HB IX c. Sri Paku Buwana IV b. Sri Mangkunagara IV d. R. Ng. Ranggawarsita 39. Tembang ing ndhuwur ana 9
PDF| However, historically, Samin resistance by the end of XIX centery was sparked by two main issues, eg. forestry and taxation. Historical | Find, read and cite all the research you need on
SeratWedhatama di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan.
DAFTARNAMA PESERTA MONEV DAN JUDUL PENELITIAN HOST REVIEWER INSTITUSI PESERTA NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN JML Institut Pertanian Dradjat Tri Kartono Institut Pertanian Bogor ABDUL MUNIF Isolasi dan seleksi bakteri endofit dari tanaman kehutanan sebagai agens 1 Bogor hayati nematoda parasit tumbuhan ACHMAD FAHRUDIN
SeratWedhatama(asal kata dalam bahasa Jawa; Wredhatama) merupakan salah satu karya agung pujangga sekaligus seniman besar pencipta berbagai macam seni tari (beksa) dan tembang. Wayang orang, wayang madya, pencipta jas Langendriyan (sering digunakan sebagai pakaian pengantin adat Jawa/Solo).
Lirik Lagu Tak Ingin Usai Keisya Levronka. Pupuh no 5 iki kadadean saka 18 pada yaiku pada 83 nganti pada 100. 83 Mangka kanthining tumuwuh, Salami mung awas eling, Eling lukitaning alam, Dadi wiryaning dumadi, Supadi nir ing sangsaya, Yeku pangreksaning urip. Mangertia modale wong urip, Selawase kudu eling lan waspada Elenga marang kaendahane alam Dadi bukti anane Gusti Kang Maha Kuwasa Supaya manungsa boleh endha saka sengsara. Ngertia karo sing gawe urip.. 84 Marma den taberi kulup, Angulah lantiping ati, Rina wengi den anedya, Pandak panduking pambudi, Bengkas kahardaning driya, Supaya dadya utami.` Maka rajinlah anak-anakku, Membiasakan mengontraskan hati, Siang malam berusaha, merasuk ke internal sanubari, melenyapkan nafsu pribadi, Agar menjadi orang penting. 85 Pangasahe sepi samun, Aywa esah ing salami, Samangsa wis kawistara, Lalandhepe mingis mingis, Pasah wukir reksamuka, Kekes srabedaning khuluk. Mengasahnya di duaja sepi semedi, Jangan berhenti selamanya, Apabila sudah kelihatan, tajamnya luar stereotip, mampu menyayat gunung penghalang, Lenyap semua pengadang budi. 86 Dene tajam penglihatan tegesipun, Weruh warananing urip, Miwah wisesaning tunggal, Kang atunggil rina wengi, Kang mukitan ing sakarsa, Gumelar ngalam sakalir. Tajam mata itu artinya, tahu penghalang umur, serta kekuasaan nan tunggal, yang bersatu siang lilin batik, Yang mengabulkan segala karsa, terhampar tunggul sepenuh. 87 Aywa sembrana ing kalbu, Wawasen wuwus sireki, Ing kono yekti karasa, Dudu ucape pribadi, Marma den sembadeng sedya, Wewesen praptaning uwis. Hati jangan lengah, Waspadailah kata-katamu, Di haud pasti terasa, lain perkataan pribadi, Maka tanggungjawablah, perhatikan semuanya setakat tuntas. 88 Sirnakna semanging kalbu, Den waspada ing pangeksi, Yeku dalaning kasidan, Sinuda saka sethithik, Pamothahing nafsu hawa, Linalantih mamrih titih. Sirnakan keraguan hati, waspadalah terhadap pandanganmu, Itulah caranya berhasil, Kurangilah lambat-laun tekor godaan master nafsu, Latihlah agar terdidik. 89 Aywa mematuh nalutuh, Tanpa tuwas tanpa kasil, Kasalibuk ing srabeda, Marma dipun ngati-ati, Urip keh rencananira, Sambekala den kaliling. Jangan perlu berbuat aib, Tiada guna tiada hasil, terjerat makanya aral, Maka berhati-hatilah, Jiwa ini banyak rintangan, Provokasi harus dicermati. 90 Umpamane wong lumaku, Marga gawat den liwati, Lamun cacat ing pangarah, Sayekti karendhet ing ri. Apese kasandhung padhas, Babak bundhas anemahi. Seumpama orang bepergian, Perkembangan berbahaya dilalui, Apabila kurang anggaran, Tentulah tertusuk duri, celakanya tertubruk batu, Kesannya penuh luka. 91 Lumrah bae yen kadyeku, Atetamba peso wus bucik, Duweya kawruh sabodhag, Yen tan nartani ing kapti, Dadi kawruhe kinarya, Ngupaya kasil lan melik. Lumrahnya jika begitu, Berobat setelah terluka, Biarpun punya guna-guna segudang, bila tak sesuai tujuannya, ilmunya hanya dipakai mencari nafkah dan pamrih. 92 Meloke rial arsa muluk, Sok ujare lir wali, Wola wali nora konkret, Anggepe pandhita luwih, Kaluwihane tan ana, Kabeh tandha tandha sepi. Baru terbantah jika keinginannya ria-bergaduk, Muluk-muluk bicaranya seperti penanggung jawab, Sering kali bukan terbukti, merasa diri pandita eksklusif, Kelebihannya enggak terserah, Semua bukti hening. 93 Kawruhe mung ana wuwus, Wuwuse gumaib gaib, Kasliring thithik tan kena, Mancereng alise gathik, Apa pandhita antiga, Kang mangkono iku kaki, Ilmunya sebatas mulut, Kata-katanya di menguap-gaibkan, Dibantah sedikit namun bukan mau, mata mencelangap alisnya menjadi satu, Apakah yang sebagaimana itu pandita palsu,..anakku ? 94 Mangka ta kang aran laku, Lakune ngelmu sejati, Tan dahwen pati openan, Tan panasten nora jail, Tan njurungi ing kahardan, Satu-satunya eneng mamrih ening. Sementara itu yang disebut “laku”, sarat menjalankan aji-aji sejati lain suka omong zero dan bukan suka memanfaatkan peristiwa-hal sepele yang bukan haknya, Tidak iri hati dan jail, Tidak melajukan suhu nafsu. Sebaliknya, bergaya antap agar menggapai keheningan jiwa. 95 Kaunanging budi luhung, Bangkit ajur ajer tungkai, Rupiah mangkono bakal cikal, Thukul wijining utami, Nadyan bener kawruhira, Mata uang ana kang nyulayani. Luhurnya budipekerti, pandai beradaptasi, anakku ! Demikian itulah sediakala mula, tumbuhnya jauhar keutamaan, Walaupun bermoral ilmumu, bila ada yang mempersoalkan.. 96 Tur kang nyulayani iku, Wus wruh rial kawruhe nempil, Nanging laire angalah, Katingala angemori, Mung ngenaki tyasing liyan, Aywa esak aywa serik. Walau basyar yang mempersoalkan itu, sudah diketahui ilmunya dangkal, tetapi secara lahir kita mengalah, berkesanlah persuasif, sekedar menyukakan hati khalayak lain. Jangan sakit hati dan kecemburuan. 97 Yeku ilapating wahyu, Yen yuwana ing salami, Marga wimbuh ing nugraha, Saking heb Kang mahasuci, Cinancang pucuking cipta, Nora ucul ucul kaki. Begitulah sarat turunnya wahyu, Bila teguh selamanya, dapat kian anugrahnya, dari sabda Sang pencipta Mahasuci, tergoda di ujung cipta, tiada terlepas-ampunan anakku. 98 Mangkono ingkang tinamtu, Tampa nugrahaning Widhi, Marma ta kulup den boleh, Mbusuki ujaring janmi, Pakoleh lair batinnya, Iyeku kepribadian premati. Begitulah nan digariskan, Untuk beruntung anugrah Tuhan. Makanya anakku, sedapatnya, kalian pura-pura menjadi manusia debil terhadap mulut orang tidak, nyaman lahir batinnya, yakni khuluk yang baik. 99 Pantes tinulat tinurut, Laladane mrih utami, Utama kembanging mulya, Kamulyan sukma dhiri, Ora ta yen ngeplekana, Lir leluhur nguni-uni. Pantas menjadi suri tauladan yang ditiru, Wahana hendaknya nasib mulia, kemuliaan jiwa raga. Walaupun tak persis, sebagai halnya karuhun habis. 100 Ananging ta kudu kudu, Sakadarira pribadi, Aywa dulu tutuladan, Lamun tan mangkono kaki, Yekti tuna ing tumitah, Poma kaestokna kaki. Tetapi harus giat berupaya, sesuai kemampuan diri, Jangan meneledorkan suri tauladan, Bila tak berbuat demikian itu anakku, pasti merugi seumpama manusia. Maka lakukanlah anakku ! Sawise maca lan nyinaoni cakepan pupuh kinanthi, ato minrengke lan niroke tembang tembang cilik kinanthi sakpada Vidio Urun rembuk lan pitakon ing kolom komentar. Maturnuwun.
Warga Yogyakarta ikut nembang macapat di Pendapa Wiyata Praja Kompleks Kepatihan. foto adnBudaya Jawa memiliki banyak sekali karya sastra. Tak sekedar karya sastra, melainkan sebuah karya yang sarat akan makna filosofis bagi hidup manusia. Salah satunya adalah Serat Wedhatama karya sastra yang diciptakan dalam huruf Jawa dan dibacakan dengan cara tembang alias macapat. Serat Wedhatama diciptakan oleh KGPAA Mangkunegara IV. Menurut KMT Projo Swasono, yang merupakan Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, serat tersebut diciptakan di Kadipaten Mangkunegaran Surakarta. Serat tersebut sangat bagus sebab mengandung banyak ajaran mengenai kehidupan manusia."Itu berisi nasihat-nasihat, larangan-larangan tentang kehidupan manusia," pungkas KMT Projo Swasono yang merupakan Abdi Dalem yang bertugas mengurus sekolah macapat pada Selasa 17/12/2019 di Pendapa Swasono berujar bahwa pada masa zaman dahulu, Serat Wedhatama diciptakan KGPAA Mangkunegara IV untuk memerintah kerabat, abdi dalem, dan kawula di Mangkunegaran. Hingga bertahun-tahun serat tersebut bertahan di budaya masyarakat Jawa, rupanya bukan nilainya semakin kabur melainkan banyak nilai yang masih relevan hingga kini."Ternyata nasihat-nasihat, larangan-larangan itu relevansinya sangat tinggi apabila dilaksanakan masyarakat pada umumnya bahkan sampai sekarang," Serat Wedhatama berupa anjuran, larangan, dan juga perintah. Serat Wedhatama menurut KMT Swasono memiliki banyak sekali tembang. Totalnya ada 11 tembang. Akan tetapi di Dialog Budaya dan Gelar Seni "YogyaSemesta" Khusus Seri-124 kali ini hanya 5 tembang yang dibawakan. Diantaranya yang ditampilkan ialah Pangkur, Sinom, Pocong, Gambu, ada Kinathi."Lima tembang saja. Sementara tembang itu ada 11. Di sini YogyaSemesta hanya 5 saja yang dibawakan," YogyaSemesta membahas tentang Serat Wedhatama melalui tembang macapat. foto BirgitaBerkaitan dengan budaya dan perkembangan zaman, tentunya perkembangan budaya punya andil dalam keberadaan nilai budaya tersebut. Terkadang nilai-nilai luhur budaya salah satunya dalam Serat Wedhatama bisa luntur jika tak ada yang melestarikan di era saat ini. KMT Swasono mengatakan bahwa perlu bagi generasi khususnya di era saat ini untuk kembali memaknai ajaran dalam Serat saat ini tembang yang mulanya hanya ada dalam bahasa Jawa, membuat sebagian peneliti mencoba untuk mengubah ke dalam bahasa latin. Juga dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia dengan harapan agar masyarakat kini, terutama generasi era ini bisa memahami makna tanpa terkendala persoalan salah satu upaya pemerintah dalam mempertahankan nilai Serat Wedhatama adalah memperkenalkan melalui salah satu nilai keistimewaan yang diperkenalkan dalam Hamemayu Hayuning Bawono. Pemerintah berusaha untuk mempertahankan nilai tersebut dengan berbagai cara mulai dari memperkenalkan ajaran pada masyarakat dan mempertunjukannya."Tujuan dari pemerintah untuk mengenalkan ajaran-ajaran yang diberikan oleh pendahulu kita. Setelah mengenal, kemudian meresapi, kemudian melakukan nasihat-nasihat itu," ungkapnya.
Bait ke-87, Pupuh Kinanthi, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV Aywa sembrana ing kalbu, wawasen wuwuse sireki. Ing kono yekti karasa, dudu ucape pribadi. Marma den sembadeng sedya, wewesen praptaning uwis. Terjemahan dalam bahasa Indonesia Janganlah ceroboh dalam kalbu hati, perhatikanlah kata hatimu. Di situ akan benar-benar terasa, bahwa yang disuarakan bukanlah ucapan pribadi. Maka dari itu hendaklah dituruti niat yang terbersit itu, paksakan sampai datangnya akhir kehidupan. Kajian per kata Aywa jangan sembrana ceroboh ing dalam kalbu hati, wawasen lihatlah, perhatikanlah wuwuse perkataan sireki engkau. Janganlah ceroboh dalam kalbu hati, perhatikanlah kata hatimu. Di situ akan benar-benar terasa, bahwa yang disuarakan bukanlah ucapan pribadi. Dua bait sebelumnya berbicara tentang latihan untuk menajamkan akal budi, membuka tirai kegaiban, menyingkirkan hijab Allah sehingga tampaknya yang Haq, atau kasunyatan. Jika latihan sudah berhasil maka hati menjadi sangat peka terhadap tanda-tanda keagungan Allah. Di sini yang berperan kemudian adalah hati, rasa, akal budi, yang sanggup menerima “bisikan ghaib” dari langit, semacam ilham atau pencerahan. Maka hati yang sudah terhubung dengan kebenaran langit tadi bagaikan bersinar, kita sering mendengar istilah itu dalam kehidupan sehari-hari, yakni hati nurani. Sesungguhnya konsep hati nurani ini bukan hal yang asing karena kita sudah sering mendengarnya dalam perckapan orang awam sekalipun. Tetapi apa dan bagaimananya banyak dari kita yang belum begitu paham. Hati nurani ini akan menangkap kebenaran sejati manakala seseorang mengasah kemampuan akal budinya dengan cara yang telah diuraikan pada banyak kesempatan di kajian ini. Namun apabila seseorang cenderung pada kejahatan hati nurani ini akan padam dan tidak peka dalam menangkap kebenaran. Oleh karena itu kita mesti berhati-hati, tidak boleh ceroboh dalam mendengarkan bisikannya. Lihatlah dengan seksama wawasen, apa yang dikatakan hati nuranimu! Ing di kono situ yekti benar-benar karasa terasa, dudu bukan ucape ucapannya pribadi sendiri. Di situ akan benar-benar terasa, bahwa yang disuarakan bukanlah ucapan pribadi. Jika latihan kita benar-benar berhasil, akan terlihat jelas bahwa apa yang disuarakan hati nurani bukanlah ucapan kita pribadi, tetapi bisikan Tuhan yang halus, sebagai pengingat manusia agar tak tersesat. Hati nurani yang terasah baik tidak akan menjadi bisikan palsu, yang sejatinya adalah bisikan nafsu rendah yang dibungkus kesalehan. Untuk membedakannya cukuplah dengan melihat pada diri sendiri apakah dalam kehidupan sehari-hari sudah bisa mengendalikan nafsu angkara yang timbul dari keinginan diri? Jika belum maka perbaikilah cara kita hidup agar hati nurani bersinar kembali. Marma maka dari itu den hendaklah sembadeng turutilah sedya niat itu, wewesen paksakan sampai praptaning datangnya uwis akhir. Maka dari itu hendaklah dituruti niat yang terbersit itu, paksakan sampai datangnya akhir kehidupan. Gatra ini berisi petuah agar kita selalu menuruti kehendak hati nurani tadi dalam kehidupan sehari-hari. Kata sembada di sini bermakna menuruti dengan sentausa, dengan kekuatan, dengan pilihan yang mantap, tidak ragu-ragu. Jika masih agak-agak ragu paksakan untuk menuruti itu sampai datangnya akhir kehidupan, artinya sampai selesainya masa kita di dunia ini. Kami ringkaskan dalam satu paragraf agar menjadi simpulan Hendaknya engkau tidak ceroboh dalam mendengarkan kata hati. Perhatikan dengan seksama agar kata hatimu menyuarakan sesuatu yang bukan kepentinganmu peribadi, bukan bias nafsumu. Jika sudah demikian, hendaklah engkau turuti dengan kekuatan, singkirkan keraguan, paksakan dirimu untuk mengikutinya sampai akhir hidupmu! Kita cukupkan kajian bait ini. Semoga bermanfaat.
Pupuh kinanthi asale sangka kata “kanthi” kang anduweni arti nggandeng utawa nuntun. Pugerane Tembang Kinanthi 1. Pada 17 2. Guru Gatra 6 3. Guru Lagu u, i, a, i, a, i 4. Guru Wilangan 8, 8, 8, 8, 8, 8 Pelajari Juga Budaya Mantu Pernikahan Adat Jawa Sekar Tembang Kinanthi 5 6 6 6 6 1’ 2’ 2’ Mang- ka kan- thi- ning tu- mu- wuh 2’ 2’ 1’ 1’ 6 61’ 5 6’ Sa- la- mi- mung a- was e- ling 5 6 1 1’ 1’ 1’ 1’ 61’ A- was sa- jro- ning lu- mam- pah 5 5 5 5 5 2 32 1 E- ling lu- ki- ta du- ma- di 1 2 3 5 5 5 5 5 Su- pa- di nir ing sang- sa- ya 3 2 2 2 2 32 3 5 Ye- ku- pang- rek- sa- ning u- rip Baca Juga 10 Cara Belajar Efektif dan Efisien yang Wajib Kamu Coba Pupuh Kinanthi Pada 1 kanthining tumuwuh, Salami mung awas eling, Eling lukitaning alam, Dadi wiryaning dumadi, Supadi nir ing sangsaya, Yeku pangreksaning urip. DALAM BAHASA INDONESIA Padahal bekal/modal orang hidup, selamanya waspada dan ingat, Ingat kepada petunjuk/contoh di alam ini. Jadi kekuatan hidup, supaya lepas dari kesengsaraan, yaitu cara pemeliharaan hidup. DALAM BAHASA JAWA Mangka kanggo sanguning urip, Selawase kudu awas lan eling, Ing mlaku kudeh ati-ati, Eling marang pertandani urip, Supaya adoh sangka sangsara, Yo ngono carane nglakoni urip. Pupuh Kinanthi Pada 2 84. Marma den taberi kulup, Angulah lantiping ati, Rina wengi den aneda, Pandak-panduking pambudi, Bengkas kahadaning driya, Supaya dadya utami. DALAM BAHASA INDONESIA Oleh karena itu rajinlah anakku, belajar menajamkan perasaan. Siang malam berusaha, berusahalah selalu, menghancurkan nafsu pribadi, agar menjadi utama. DALAM BAHASA JAWA Mula sregepa anak-anakku, Sinau netepi ati, Rina wengi den upaya, Mrasuk ing sajroning ati, Ngilangake napsu, Supaya dadi wong kang utama. Pupuh Kinanthi Pada 3 85. Pangasahe sepi samun, Aywa esah ing salami, Samangsa wis kawistara, Landhepe mingis mingis, Pasah wukir reksamuka, Kekes srabedaning budi. DALAM BAHASA INDONESIA Cara memperdalam/mempertajam didalam sepi semedi, jangan berhenti selamanya, apabila sudah lihat, tajamnya luar biasa, dapat untuk mengiris gunung penghalang, Lenyap semua penghalangnya budi. DALAM BAHASA JAWA Ngasah ing alam sepi semedi,Aja nganti leren sadurunge ngrasuk ng awak,Yen wis ketara upaya,Landhepe luar biasa,Ngiris gunung gedhe,Bisa ngilangi pepalangane budi pekerti. Pupuh Kinanthi Pada 4 86. Dene awas tegesipu, Weruh warananing urip, Miwah wisesaning tunggal, Kang atunggil rina wengi, Kang mukitan ing sarkara, Gumelar ngalam sakalir. DALAM BAHASA INDONESIA Dene waspada kui, Ngerti kang dadi pepalangani urip, Sarta kang kuwasa gusti, Sing nduweni rina wengi, Sing bisa dikabulna Kasebar ing sekabihane ndonya. DALAM BAHASA JAWA Dene wespada iku tegese,Weruh apa kang dadi ngalangi urip,Serta kekuasaan kang Maha Esa,Kang nduweni rina wengi,Ora bisa dikabulna,Bakal mbukak alame ndonya. Pupuh Kinanthi Pada 5 87. Ayawa sembrana ing kalbu, Wawasen wuwus sireki, Ing kono yekti karasa, Dudu ucape pribadi, Marma den sembadeng sedya, Wewesen praptaning uwis. DALAM BAHASA INDONSIA Jangan lengah di dalam hati, perhatikan kata-katamu, disitu tentu terasa, bukan katamu sendiri, oleh karenanya bertanggungjawablah dan perhatikan semuanya sampai tuntas. DALAM BAHASA JAWA Aja nganti sembrana ning ati, Waspada marang pangucapanmu, Ning kono bakal kerasa, Ora pangucapane dhewe, Mula kudu tanggung jawab, Nganti apa sing desembadaaki tuntas. Pupuh Kinanthi Pada 6 88. Sirnakna semanging kalbu, Den waspada ing pangeksi, Yeku dalaning dalaning kasidan, Sinuda saka sathithik, Pamotahing nafsu hawa, Linantih mamrih titih. DALAM BAHASA INDONESIA Hilangkan keragu-raguan hati. Waspadalah terhadap pandanganmu, Itulah jalan yang baik, Kurangilah dari sedikit, Permintaan hawa nafsu, latihlah agar sempurna. DALAM BAHASA JAWA Ngilangaki rasa mamang ing ati, Den waspada marang pandelengmu, Mengkono kui dalan kang apik, Sudanen sangka sithik-sithik, Kepenginane hawa nafsu, den latiha supaya sempurna. Pupuh Kinanthi Pada 7 89. Aywa mematuh nalutuh, Tanpa tuwas tanpa kasil, Kasalibuk ing srabeda, Marma dipun ngati ati, Urip keh rencananira, Sambekala den kaliling. DALAM BAHASA INDONESIA Jangan membiasakan diri berbuat aib, tidak ada gunanya tidak ada hasilnya. Terjerat oleh rintangan/gangguan. Oleh karena itu berhati-hatilah, Hidup banyak rintangannya, Godaan harus diperhatikan. DALAM BAHASA JAWA Aja kulina tumindak ala, Tanpa guna tanpa kasil, Kena marang gangguan, Mula diati-ati, Urip kui akeh panggodane. Panggoda kudu diperhatikna. Pupuh Kinanthi Pada 8 wong lumaku, Marga gawat den liwati, Lamun kurang ing pangarah, Sayekti karendhet ing ri, Apese kasandhung padhas, Babak bundhas anemahi. DALAM BAHASA INDONESIA Seumpama orang berjalan, Jalan yang berbahaya dilalui. Apabila kurang perhitungan, tentulah tertusuk duri, paling tidak terantuk batu, akhirnya terluka. DALAM BAHASA JAWA Saumpama wong melaku, Dalan kang bebaya dilewati, Yen kurang ati ati, Bisa kena ripepalang, Apese kya kesandung watu, pungkasane kelara-lara. Pupuh Kinanthi Pada 9 91. Lumrah bae yen kadyaku, Atetamba yen wus becik, Duwey kawruh sabodhag, Yen tan nartani ing kapti, Dadi kawruhe kinarya, Ngupaya kasil lan melik. DALAM BAHASA INDONESIA Yang demikian itu biasa, berobat setelah terluka, walaupun punya pengetahuan banyak, apabila tidak ada gunanya, sehingga pengetahuannya hanya dipakai, mencari nafkah dan pamrih. DALAM BAHASA JAWA Lumrah wae yen mangkono,Golek tombo yen bablak,Sanadyan duwe ilmu akeh,Yen ora padha karo tujuan,Kawruh mung dienggo,Ngupaya kasil lan pamrih. Pupuh Kinanthi Pada 10 92. Meloke yen arsa muluk, Muluk ujare lir wali, Wola wali nora nyata, Anggepe pandhita luwih, Kaluwihane tan ana, Kabeh tandha-tandha sepi, DALAM BAHASA INDONESIA Terlihat bila berkomentar, bicaranya muluk-muluk biar dianggap wali, berkali-kali tidak terbukti. Menganggap dirinya pandita hebat, kehebatannya tidak ada, bukti-bukti tidak nampak. DALAM BAHASA JAWA Omongane muluk-mulukOmongane kaya wali,Bola-bali ora ana asile,Anggepe dheweke nduwe,Kaluwihane ora ana,Kabeh iku prantarane jiwa kang kesang. Pupuh Kinanthi Pada 11 93. Kawruhe mung ana wuwus, Wuwuse gumaib-gaib, Kasliring thithik tan kena, Mancereng alise gathik, Apa pandita antiga, Kang mangkono iku kaki. DALAM BAHASA INDONESIA Pengetahuannya hanya ada didalam mulut. Kata-katanya digaib-gaibkan, Dibantah sedikit saja tidak mau. Mata membelalak alisnya menjadi satu marah, apa itu pandita palsu, yang seperti itu anakku. DALAM BAHASA JAWA Ngrlmune mung omongan thok,Omongane digawe-gawe,Disenggol sitik ora kena,Muring-muring alise gathik,Apa kuwi kang diarani pandhita palsu,Kang kaya kuwi anakku. Pupuh Kinanthi Pada 12 94. Mangka ta kang aran laku, Lakune ngelmu sejati, Tan dahwen pati openan, Tan panasten nora jail, Tan njurungi ing kahardan, Amung eneng mamrih ening. DALAM BAHASA INDONESIA Padahal yang disebut laku sarat saratnya menjalankan ilmu sejati, Tidak iri dan dengki, tidak mudah marah dan jail, tidak melampiaskan hawa nafsu. Hanyalah diam agar dapat tenang. DALAM BAHASA JAWA Mangka ta sing diarani laku,Lakune ngelmu sejati,Ora kena iri/ngurusi liya,Ora kena panas ati lan jail,Ora ngelampiasake amung nafsu,Kang ditindhakake amung anteng. Pupuh Kinanthi Pada 13 95. Kaunanging budi luhung, Bangkit ajer ajur kaki, Yen mangkono bakal cikal, Thukul wijining utami, Nadyan bener kawruhira, Yen ana kang nyulayani, DALAM BAHASA INDONESIA Biasanya budi yang baik itu, pandai bergaul dengan siapapun anakku, bila demikian akan tumbuh, tumbuh benih utama. Walaupun pengetahuannya benar, bila ada yang berbeda pendapat DALAM BAHASA JAWA Luhure budi pekerti,Gampang srawung sapa wae,Yeku bakal thukul ilmu,Tukul ilmu kang utama,Nadyan bener ilmune,Kadang ora ana sing bedha. Pupuh Kinanthi Pada 14 96. Tur kang nyulayani iku, Wus wruh yen kawruhe nempil, Nanging laire angalah, Katingala angemori Mung ngenaki tyasing lisan, Aywa esak aywa serik. DALAM BAHASA INDONESIA Lebih-lebih yang berbeda pendapat itu, kita ketahui bukan pengetahuannya sendiri, tetapi diluar mengalah, agar terlihat sesuai. Hanya menyenangkan hati orang lain, Jangan sakit hati dan dendam. DALAM BAHASA JAWA Kang ngulayani/ngelmu,Biasane ilmune cethek,Nanging uripe sing rukun,Katingala sing becik,Mung bisa kepenak atine liya,Aja lara ati lan serik. Pupuh Kinanthi Pada 15 97. Yeku ilapating wahyu, Yen yuwan ing salami, Marga wimbuh ing nugraha, Saking heb Kang Maha Suci, Cinancang pucuking cipta, Nora ucul-ucul kaki. DALAM BAHASA INDONESIA Demikianlah saratnnya wahyu, bila demikian selamanya, itu jalan menambah pahala, dari Sabda Tuhan, diikat diujung cipta, tidak akan lepas anakku, DALAM BAHASA JAWA Yaiku perantarane yen arep entuk wahyu,Yen lega salawase,Mula iso entuk anugrah,Saking sabda Gusti,Ditali ing pucuke cipta,Ora ngarah ucul anakku. Pupuh Kinanthi Pada 16 98. Mangkono ingkang tinamtu, Tanpa nugrahing widhi, Mamrih ta kulup den bisa, Mbusuki ujaring janmi, Pakoleh lair batinnya. Lir leluhur nguni uni, DALAM BAHASA INDONESIA Begitulah biasanya, mendapat anugrah Tuhan. Oleh karena itu agar anakku agar kau bisa, pura-pura menjadi orang bodoh terhada orang lain, hasilnya lahir batin, iyalah budi yang baik. DALAM BAHASA JAWA Kaya kuwi siasane wong urip,Entuk anugrahe Gusti,Mula sinau sak bisa-bisane,Etok-etok ujare manungsa,Supaya entuk katentremen,Kaya ngono kuwi budine sing becik. Pupuh Kinanthi Pada 17 99. Pantes tinulad tinurut Laladane mrih utami, Utama kembanging mulya, Kamulyaning jiwa dhiri, Ora ta yen ngeplekana, Lir leluhur nguni uni. DALAM BAHASA INDONESIA Pantas jadi tauladan dan diikuti, cara-cara mencapai kebaikan, Itu permulaan dari kemuliaan. Kemulyaan jiwa jiwa raga, walaupun tidak persis, seperti nenek moyang dahulu. DALAM BAHASA JAWA Pantes dadi tuladha lan ditiru,Saranane dadi wong kang utama,Iku kembang kamulyan,Kamulyane jiwa raga,Masio ora persis,Kayata leluhur biyen. Pupuh Kinanthi Pada 18 100. Ananging ta kudu-kudu, Sakadarira pribadi, Aywa tinggal tutuladhan, Lamun tan mangkono kaki, Yekti tuna ing tumitah, Poma kaestokna kaki. DALAM BAHASA INDONESIA Tetapi harus iktiar, sekedarnya saja, jangan melupakan tauladan/contoh, Apabila tidak demikian anakku, itu berarti rugi hidup ini. Oleh karena itu jalankanlah anakku. DALAM BAHASA JAWA Ananging sira kudu ngupaya,Miturut kemampuane awake dhewe,Aja ninggal patuladan,Yn sira ora nglakoni,Mati bakal dadi kang rugi,Mangka lakonana anakku.
amanat serat wedhatama pada 87